Islamisasi Daerah Kuningan

6 02 2015

Kata Islamisasi berasal dari bahasa Inggris, Islamization, yang berarti pengislaman, upaya agar seseorang menjadi penganut agama Islam (muslim). Jelas, di dalam kata-kata Islamisasi dan pengislaman itu terkandung makna “ kata kerja” (kegiatan), dinamis, aktiv; bukan “kata benda”, kemandegan, pasif. Upaya dimaksud berwujud seorang muslim menyampaikan ajaran agaa Islam kepada orang lain. Upaya tersebut dapat dilakukan secara individual dan dapat di lakukan pula secara masal. Hasil dari kegiatan itu dapat berwujud secara kuantitas (berupa jumlah orang yang menganut agama Islam) dan dapat pula berwujud secara kualitas (berupa tingkat keislaman seorang muslim, baik yang menyangkut tingkat keimanan, tingkat penguasa ilmu agama, maupun tingkat pengalamannya). Karena itu Islamisasi bukanlah suatu peristiwa, melainkan suatu proses. Proses tersebut dapat dijabarkan berupa rangkaian peristiwa yang dapat diklasifikasikan secara vertical dan juga secara horizontal. Baca entri selengkapnya »





Masuknya Islam ke Kuningan

6 02 2015

Permulaan Masuknya Islam di Kuningan

Berdasarkan penelitian sejarah diketahui bahwa Cirebon pernah menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Dari Cirebon agama Islam disebarkan oleh Sunan Gunung Jati ke daerah Banten, sehingga selanjutnya Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam di bagian Timur Jawa Barat, dan Banten menjadi pusat penyebaran agama Islam di bagian Barat Jawa Barat (Ekadjati, 1975:104).Tumbuhnya pusat-pusat kegiatan agama Islam ini dimungkinkan karena daerah tersebut, terutama Cirebon, terlebih dulu tumbuh menjadi daerah kekuatan politik Islam yang sejak kelahirannya terus mengalami kemajuan dan perkembangan pesat. Lahirnya kekuatan politik Islam di Cirebon itu tidak dapat dipisahkan dengan proses penyebaran Islam di Nusantara, yaitu setelah daerah ini banyak dikunjungi dan didatangi para pedagang muslim seperti dari Arab, Persia dan India.

Carita Purwaka Caruban Nagari (selanjutnya disingkat CPCN) di antaranya telah mencatat bahwa agama Islam masuk ke Cirebon sekitar abad ke-14 Masehi, di mana pada waktu itu di Cirebon telah terdapat pemukiman Islam (Atja, 1986: 196). Baca entri selengkapnya »





Alhamdulillah… telah terbit Buku Sejarah “Kabupaten Kuningan dari Masa Ke Masa”

22 09 2014

Alhamdulillah bertepatan dengan hari Jadi Kuningan ke-516 pada tanggal 1 September 2014 buku Sejarah Kuningan berjudul Kabupaten Kuningan dari Masa ke Masa terbit dan beredar, dibagikan sebagai kado istimewa kepada para tamu undangan yang hadir pada puncak peringatan HUT Kuningan ke-516 bertempat di Gedung DPRD Kuningan.

Buku Kab Kuningan dari Masa ke Masa  Tim Penulis Buku Sej Kuningan

 

Baca entri selengkapnya »





Ratu Selawati Terlahir Kembali ?

4 01 2014

Terbersit dalam pikiran saya ketika melihat realita kehidupan pemerintahan di Kuningan masa kini, di mana pemegang tampuk pemerintahan di Kuningan sejak akhir tahun 2013 mulai dipimpin Bupati dari kaum hawa (wanita) yaitu Ibu Utje, apakah ini artinya memang faktor kebetulan atau tidak, atau kodrat/takdir bahwa Kuningan di zaman lampau pun sebenarnya pernah diperintah kaum hawa yakni seorang ratu yang memerintah Kuningan pada zaman peralihan Hindu ke Islam (sekitar pertengahan abad XV) bernama Ratu Selawati. Apakah ini artinya sekarang Ratu Selawati terlahir kembali ? Baca entri selengkapnya »





Kuningan Dahulu dan Sekarang

26 08 2013

Bila menilik kembali perjalanan panjang sejarah Kuningan, banyak sekali hal-hal yang bisa diungkapkan. Mengungkap berbagai aspek dari perjalanan sejarah itu dari berbagai sudut pandang. Tentunya akan membutuhkan waktu lama dan ruang yang besar bila harus membahas semua kondisi dari perjalanan sejarah Kuningan ini. Oleh karena itu saya hanya akan membatasinya pada persoalan keberhasilan-keberhasilan atau kesuksesan-kesuksesan yang pernah dicapai oleh pemerintahan di Kuningan pada masa dahulu sampai yang dirasakan masa sekarang. Keberhasilan yang dimaksud terutama keberhasilan dalam bidang pembangunan yang membawa peningkatan kualitas hidup masyarakat di wilayah Kuningan. Baca entri selengkapnya »





Tahun 1819: Kuningan sebagai Kabupaten, Tahun 1498: Kuningan sebagai Ke-adipati-an (Kadipaten), Abad ke-8: Kuningan sebagai Kerajaan “Saunggalah”, Zaman Prasejarah: Kuningan sebagai Kelompok Suku

26 08 2013

Seperti yang sudah saya kupas dalam tulisan terdahulu, dan sekedar menggarisbawahi kembali apa yang sudah diuraikan itu bahwa pada intinya periode pemerintahan di Kuningan berlangsung dalam 4 katagori masa yang berurutan yaitu:
1. Masa pemerintahan Kelompok Suku (prasejarah)
2. Masa pemerintahan Kerajaan (Hindu)
3. Masa pemerintahan Keadipatian/Kadipaten (Islam)
4. Masa pemerintahan Kabupaten (Hindia Belanda)
Penjelasan dari periode masa pemerintahan itu adalah sebegai berikut: Baca entri selengkapnya »





Inggis Ku Bisi, Rempan Ku Sugan

24 05 2012

Saya sebagai warga Kab. Kuningan kiranya punya hak untuk berpendapat seputar Pembentukan Provinsi Cirebon yang di dalamnya akan memasukan Kab. Kuningan menjadi bagian dari propinsi ini. Sebagaimana sudah diketahui oleh publik bahwa Provinsi Cirebon akan menjadikan Kab/Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, dan Kab. Kuningan menjadi bagian provinsi baru (Prov. Cirebon) yang memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat di posisi awalnya. Alasan mengapa perlu ada pemekaran provinsi baru di Pulau Jawa ini menurut kelompok P3C katanya bahwa intinya untuk atau demi kesejahteraan masyarakat wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan). Tapi maaf, saya punya pemikiran dan prediksi lain. Baca entri selengkapnya »





“Saya Bangga Jadi Orang Kuningan”

7 09 2011

Judul tulisan ini saya kutip dari sambutan Bupati Kuningan, Bpk. H. Aang Hamid Suganda, S.Sos., ketika menghadiri acara Halal Bilhalal Iedul Fitri 1432 H. dengan para tokoh masyarakat, para perantau, hadirin undangan, dan masyarakat umum yang diselenggarakan di Desa tanah kelahiran orang tua beliau yakni Desa Karangtawang Kec./Kab. Kuningan (Ibunda beliau dari Kel. Winduhaji, ayahandanya dari Desa Karangtawang) pada hari Kamis tanggal 2 Syawal 1432 H atau 1 September 2011 M. Pada kesempatan itu penulis ikut menyimak isi pidato/sambutan beliau. Ya, itulah kata-kata beliau yang saya ingat terus bahwa orang Kuningan harus bangga dengan tanah kelahirannya. Pak Bupati juga bangga jadi orang Kuningan, dan dipercaya memimpin kabupaten ini. Masyarakat Kuningan pada umumnya juga hendaknya bangga pula telah dilahirkan di tanah kelahirannya, wilayah Kabupaten Kuningan. Mengapa harus bangga…???? Baca entri selengkapnya »





Terharu….., Ada Jalan Baru “Windu” … !!!

22 08 2011

Baru-baru ini saya begitu kaget, tetapi sekaligus juga gembira karena melihat ada nama plang jalan terbilang baru yang sepertinya baru dipasangkan dengan nama tulisan WINDU. Ya, ada jalan Windu sekarang di Kuningan yang membentang mulai Desa Karangtawang (di perbatasan dengan Desa Lengkong) ke arah Barat, yang berarti termasuk jalan raya Desa Karangtawang – Desa Winduhaji sampai ke Kelurahan Awirarangan. Jalan Windu di Awirarangan berarti bersambungan dengan Jalan Jendral Sudirman, yaitu jalan yang membentang mulai dari perempatan Toserba Terbit (timur alun-alun kota Kng) sampai ke daerah Bojong Awirarangan. Baca entri selengkapnya »





Silsilah Sang Adipati Kuningan

13 10 2010

Berikut ini saya susun silsilah Sang Adipati Kuningan (Raja Daerah Kuningan pada akhir abad XV – awal abad XVI Masehi) berdasarkan sumber sejarah yang ada. Mudah-mudahan ada manfaatnya, khususnya buat pengetahuan warga masyarakat Kuningan sendiri, dan para pembaca pada umumnya. Bilamana masih ada kekeliruan mohon sumbangsih saran/masukannya. Terima kasih


Baca entri selengkapnya »





Trahing Kusumah, Rembesing Madu, Wijining Tapa, Tedhaking Andanawarih

28 09 2010

Saya masih selalu teringat dengan istilah kata tersebut di atas ketika masih di bangku kuliah mata pelajaran Sejarah Tradisional / Sejarah Lokal di bawah bimbingan Ibu Dra. Hj. Nina Herlina Lubis, M.S sekitar tahun 1991 (sekarang beliau sudah bergelar Prof. Dr.). Pada saat pembelajaran di ruang kuliah beliau memberikan pertanyaan tentang sifat & ciri seorang pemimpin yang dapat diangkat menjadi seorang raja dalam suatu pemerintahan tradisional (kerajaan). Menanggapi pertanyaan itu reaksi dari teman-teman waktu itu berbagai macam. Kemampuan pengetahuan yang mereka miliki barangkali dicoba untuk ditumpahruahkan demi menjawab pertanyaan yang dilontarkan tadi. Di lain pihak bahkan ada yang malah justru merasa ketakutan ketika disuruh menanggapi pertanyaan tersebut. Pokoknya berbagai reaksi muncul, mulai dari yang sok berteori, berspekulasi, berlagak nyaho betul, berdalih ini-itu, yang ngawur, ngayayay, sampai yang ketakutan segala juga ada. Baca entri selengkapnya »





Kuningan Tandang Maju Tanding

30 08 2010

Saya sangat terkesan dengan sebuah lagu mars Kab Kuningan yang baru dirilis dan dipublikasikan sekitar awal tahun 2010. Judul lagu tersebut adalah “Kuningan Tandang Maju Tanding”. Saya kutip sepenggal lirik lagu tersebut berikut ini :
“Kuningan Tandang Maju Tanding,
sumanget juang jadi pakarang pikeun ngawangun
mapag mangsa kertaraharja”
Menurut bagian Humas Setda Kuningan syair dari Lagu Terbaru Kuningan Tandang Maju Tanding tersebut diciptakan oleh seniman Kuningan Con Hasanudin, S.Pd dan berhasil diaransemen oleh Drs. Cecep Amelia seorang guru di SMP 1 Kuningan. Lagu ini mencerminkan kegigihan Kuningan dalam membangun dalam segala bidang. Baca entri selengkapnya »





Kuningan, Kuning Yang Agung, dan Kuning Ayu

29 07 2010

Asal-usul nama Kuningan, selain berarti “logam kuningan” yang disimbolkan dengan bentuk “bokor” kuningan yang akhirnya menjadi maskot Kab. Kuningan bersamaan dengan simbol “Kuda Si Windu”, konon nama Kuningan juga diartikan sebagai bentuk kiasan dari “Kuning Yang Agung”. Memandang warna kuning memang akan memberikan efek orang yang melihatnya akan terpesona oleh kecerahan dan ke”gebyaran” warna kuning tadi. Warna kuning yang mungkin mirip dengan warna emas sebagai simbol logam mulia ini, kiranya menjadi unsur sugesti agar daerah yang disebut kuningan ini menjadi daerah yang mempunyai daya pikat atau kekuatan seperti warna kuning yang melambangkan keagungan ini. Baca entri selengkapnya »





Saham Orang Kuningan di Ibukota Jakarta

22 06 2010

Menilik sejarahnya ibukota Jakarta ternyata nenek moyang orang Kuningan Jawa Barat pernah ikut andil dalam membangun pemukiman masyarakat di sana. Hal itu berawal ketika dulu, tepatnya tahun 1522, terjadi peristiwa penyerbuan pasukan Fatahillah dari kerajaan Demak untuk mengusir tentara Portugis di Sunda Kelapa. Ikut bergabung di dalam pasukan tentara Fatahillah diantaranya sekelompok pasukan balabantuan yang direkrut dari Kerajaan Cirebon dan Kuningan (Jawa Barat). Kelompok pasukan dari Kuningan ini dipimpin oleh Sang Adipati Kuningan sendiri (Suranggajaya) dan panglima perangnya (senapati) bernama Ewangga. Dalam peristiwa tersebut akhirnya pasukan gabungan pimpinan Fatahillah tadi berhasil merebut Sunda Kelapa dari tangan Portugis. Peristiwa gemilang ini diabadikan dengan perubahan nama Sunda Kelapa dengan sebutan baru yaitu JAYAKARTA, Jaya = kemenangan, karta = abadi. Kelak nama Jayakarta ini akhirnya dikenal dengan nama JAKARTA sampai sekarang ini. Baca entri selengkapnya »





Hanya “Jl. Adipati” …..???

9 05 2010

Orang Kuningan barangkali sudah tahu, ada jalan raya yang tergolong baru dibuat di seputaran kota Kab. Kuningan yakni jalan lingkar utara yang menghubungkan Jl. Pramuka (Sidapurna) ke arah utara menuju Cirendang dan juga ke perempatan Cijoho. Jalan tersebut ternyata selanjutnya diberi nama “Jl. Adipati” titik, tanpa ada nama embel-embel lagi di belakangnya. Yang membuat saya tertarik untuk menulis artikel ini, mengomentari nama jalan tersebut, adalah ketika saya sedang melintasi jalan tersebut muncul berkecamuk dalam pikiran tentang pertanyaan yang membuat saya heran yaitu “atas dasar apa pemberian nama jalan itu, mengapa hanya jalan “Adipati” ? Ya ….., cuma “Adipati”. ……Ada apa dengan “Adipati”. …….Siapakah yang dimaksud “Adipati” dalam hal ini ? ……………. Dan apakah boleh saya mengkritisi….. ??? Baca entri selengkapnya »





Aneh…!, Nama “Suranggajaya” di Kuningan Mengapa Tidak Populer ???

14 04 2010

Sekali lagi, saya masih menyayangkan dan turut prihatin atas kekurangtahuan masyarakat warga Kab. Kuningan yang masih “buta” akan sejarah daerahnya. Masalahnya memang selama ini pendidikan sejarah lokal Kuningan tidak dipopulerkan di bangku-bangku sekolah. Tidak hanya sekarang namun jauh-jauh sebelumnya juga entah berapa puluh tahun atau ratus tahun ke belakang kiranya Sejarah Kuningan tidak biasa diajarkan sebagai pelajaran mulok dalam pelajaran IPS.  Dan menjadi tanggung jawab kita bersama, khususnya pihak-pihak terkait, untuk mempopulerkan sejarah Kuningan dimaksud. Baca entri selengkapnya »





Cara Dashyat Dan Mudah Dapat Ribuan Back Link Gratisss…!!

31 03 2010

Cara ini saya baca ketika berkunjung di blog sahabat, kemudian saya lihat widget alexa yang terpampang di sidebar blognya. Woowww…. backlinknya banyak sekali, hingga puluhan ribu. Sudah lama sebenarnya saya menemukan posting seperti ini, namun dulu saya sanksi apakah benar cara ini bisa berhasil menaikkan PR dan backlink. Setelah saya membacanya kembali dan masih kurang yakin atas backlink yang saya lihat di alexa-nya sayapun kembali agi mengunjungi blog-blog yang telah mengikuti cara ini. Dan ternyata benar, blog-blog yang menerapkan cara ini PR meningkat namun yang paling menonjol adalah backlink yang dimiliki blog-blog tersebut sungguh banyak sekali. Baca entri selengkapnya »





“Orang Yang Tidak Mengenal Sejarah Dirinya, Ibarat Orang Yang Sakit Jiwa”

14 03 2010

Saya selalu teringat kalimat tersebut di atas, di mana kalimat itu saya kutip dari tulisan seorang “begawan” sejarawan Indonesia yakni Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo yang saya baca dulu ketika masih di bangku kuliah. Membaca kalimat tersebut secara sepintas, kesan yang pertama saya terima menganggap apriori, hanya lewat begitu saja, belum menangkap maksud atau arti sesungguhnya apa makna dibalik kalimat tersebut. Namun setelah dibaca berulang-ulang kalimat inti dimaksud, dan membaca kalimat-kalimat penjelasannya barulah saya mengerti apa arti itu semuanya. Bahkan lebih luas dari itu ternyata kalimat tersebut mengandung pesan bijak kepada kita (manusia), khususnya kepada orang secara individual atau umumnya kepada kelompok orang secara kolektif (warga masyarakat) suatu tempat/daerah/bangsa agar mengenal sejarah dirinya sendiri dan juga sejarah daerah asal atau negerinya. Mengapa demikian….???
Baca entri selengkapnya »





Heran…, Mengapa “Sang Adipati” Selawati ?

8 03 2010

Ada satu pertanyaan yang kadang kalau teringat menjadi sesuatu masalah yang menggelitik & bahkan mengganggu pikiran. Hal itu berkaitan dengan temuan riil yang langsung saya saksikan sendiri ketika melihat kaos pramuka dari satuan penegak bantara yang berasal dari satu sekolah di Kab. Kuningan, tertulis di kaos itu nama tokoh sejarah yang ada di Kuningan yaitu: Sang Adipati Selawati. Dalam benak saya berpikiran, mungkin nama Selawati ini dijadikan nama ambalan kebanggaan penegak bantara itu, di mana mereka mengambil salah satu tokoh sejarah lokal Kuningan. Namun yang menjadi sorotan lagi yaitu penambahan kata Sang Adipati di depan nama Selawati. Apakah itu sudah betul, memang demikian, atau salah kaprah ? Coba kita bahas berikut ini. Baca entri selengkapnya »





Asal Usul Nama Desa Cinagara (Kec. Lebakwangi)

10 02 2010

Menurut ceriteranya terlebih dahulu diambil dari sebagian sejarah Desa Cineumbeuy yang saat ini berbatasan di sebelah timur  Desa Cinagara, dengan riwayatnya antara lain sebagai berikut:

Pada abad ke-18 Desa Cineumbeuy dikepalai oleh seorang kepala desa yang bernama Candranala. Suatu saat Candranala pergi meninggalkan Desa Cineumbeuy menuju ke arah Barat, sedangkan urusan pemerintahannya diserahkan kepada adiknya yang bernama Candrabapang.

Lama kelamaan Candranala tidak kembali ke Desa Cineumbeuy, bahkan beliau menetap di suatu tempat yang diberi nama Argasoka, tempat ini sekarang disebut Cisoka. Baca entri selengkapnya »





Asal Usul Nama Maleber

8 02 2010

Banyak versi yang menceriterakan lahirnya nama desa Maleber. Salah satunya ceritera versi Haji Mabruri. Lahirnya nama Maleber berasal dari seorang anak yang ketakutan melihat kolam air mata air yang meluap secara tiba-tiba. Anak itu terkejut karena kejadiannya mendadak. Anak itu berlari sambil berteriak-teriak, “Ma…. leber !, Ma…. leber !, Ma…. leber !” Dari sinilah tercipta kata Maleber. Jadi asal kata Maleber itu: “Ma…” panggilan pada Ibu (Ema), dan “leber” artinya luber (air yang meluap). Kebenaran ceritera ini memang belum dapat dipertanggungjawabkan.





Asal Usul Nama Oleced

30 01 2010

Kira-kira tahun 1860-an, pemerintah Hindia Belanda mengadakan kerjapaksa (rodi) pembuatan dan perlebaran jalan antara Kuningan – Ciawigebang. Sungai Cileuweung pindah ke sebelah selatan jalan Luragung, dan tikungan yang disebut pertelon pindah ke tikungan Oleced (sekarang), dilanjutkan dengan kerjapaksa penanaman kopi. Pada waktu itulah pergantian nama kampung Manggari dan Danasuka diganti namanya oleh kompeni Belanda yang sedang membuat peta pembuatan jalan. Adapun peristiwa kejadiannya menurut orang tua dahulu seperti berikut ini: Baca entri selengkapnya »





Ada Apa Dengan Nama “Kuningan” ?

7 12 2009

Ada satu pertanyaan yang selalu menggelayut dalam pikiran, dan dengan suatu kerangka pemikiran yang sedemikian rupa (relatif ilmiah?) saya berusaha mencoba memberikan suatu jawaban atas pertanyaan tadi yang kiranya dapat diterima oleh nalar keilmuan yaitu berkenaan dengan penggunaan nama sebuah tempat yaitu KUNINGAN, sebagai nama satu daerah yang kini menjadi salah satu kabupaten di Jawa Barat. Sebenarnya sejak kapan sih nama Kuningan ini dipakai bila menilik sejarahnya?,  seberapa lama atau tua?, pernah menjadi nama sebutan atau julukan apa saja Kuningan itu?, bagaimana bila dibandingkan dengan usia ketuaan dari nama daerah-daerah lainnya yang kini eksis di Jawa Barat sebagai nama kabupaten-kabupaten, sudah tuakah atau bahkan paling tuakah Kuningan itu? Kita akan coba membedahnya dalam pembicaraan kali ini. Baca entri selengkapnya »





“…Tembey Sang Resiguru Ngayuga Taraju Jawadwipa. …”

22 11 2009

Kalau kita mengungkap kembali eksistensi Kerajaan Saunggalah Kuningan yang dipimpin oleh Resiguru Demunawan, ada peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi berkaitan dengan peranan tokoh tua dari Saunggalah ini yang berhasil membawa Kerajaan Saunggalah sebagai satu kerajaan “penting & menentukan”  di tengah-tengah pergaulan dengan kerajaan lainnya, khususnya di Jawa Barat, pada kurun waktu abad ke-8 Masehi. Peranan Resiguru Demunawan itu antara lain berhasil menjadikan Kerajaan Saunggalah sebagai kerajaan “besar” menurut ukuran zaman waktu itu, mampu mensejajarkan diri dengan kebesaran Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda yang telah berdiri terlebih dulu. Selanjutnya Resiguru Demunawan juga merupakan tokoh yang dipercaya untuk menengahi pertikaian ketika terjadi perang saudara antara Manarah (Ciung Wanara) dengan Rahyang Banga di Galuh pada tahun 739 Masehi. Baca entri selengkapnya »





Silsilah Demunawan (Sang Seuweukarma), Raja Kerajaan Saunggalah Kuningan

12 11 2009

Ini adalah silsilah raja-raja dari keturunan Tarumanagara, Galuh, Sunda, dan Saunggalah; terutama berkaitan dengan tokoh Resiguru Demunawan atau disebut pula Sang Seuweukarma, atau Ranghiyangtang Kuku atau Sang Kuku, raja dari Kerajaan Saunggalah Kuningan (723 – 774 M). Terlihat bahwa terdapat pertalian hubungan darah antara kerajaan yang ada di Jawa Barat ini, yaitu dari adanya hubungan pernikahan antar anggota keluarga Kerajaan Tarumanagara – Galuh – Sunda – Saunggalah.

Silsilah Galuh dst





“Suranggajaya” Mengapa Tidak Diabadikan ?

5 11 2009

Bila kita berjalan-jalan di seputar wilayah Kabupaten Kuningan, apakah berjalan-jalan di dalam kota Kuningan maupun di luar kota Kuningan (tiap kecamatan yang ada di Kuningan), sejauh yang penulis ketahui belum pernah rasanya menemukan nama suatu jalan di kota kab/kec/desa, gedung besar/kecil, rumah makan, hotel/penginapan, dan lain sebagainya menggunakan nama SURANGGAJAYA. Ada apa, dan mengapa bisa terjadi demikian ? Nama besar Suranggajaya seolah-olah terlupakan, atau memang dilupakan ? Padahal beliau (Suranggajaya) itu adalah tokoh besar dalam sejarah kuningan, yakni beliau itulah yang disebut sebagai Sang Adipati Kuningan, pemimpin keadipatian Kuningan pada masa perkembangan Islam (abad XV – XVI). Baca entri selengkapnya »





Amanat dari Galunggung

1 11 2009

Hana nguni hana mangke
tan hana nguni tan hana mangke
aya ma beuheula aya tu ayeuna
hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna
hana tunggak hana watang
tan hana tunggak tan hana watang
hana ma tunggulna aya tu catangna

(Ada dahulu ada sekarang
bila tidak ada dahulu tidak akan ada sekarang
karena ada masa silam maka ada masa kini
bila tidak ada masa silam tidak akan ada masa kini
ada tonggak tentu ada batang
bila tidak ada tonggak tidak akan ada batang
bila ada tunggulnya tentu ada catangnya)

(Kropak 632 dari Kabuyutan Ciburuy)





Menelusuri “Tempat-tempat Tua” dari Sejarah Kuningan

29 10 2009

Bila kita perhatikan nama-nama tempat yang disebut dalam sejarah kuningan, baik pada zaman kuna (Hindu Budha) ataupun zaman madya (Islam) ada beberapa nama tempat yang keberadaannya dapat kita telusuri atau kita ketahui, dan di lain pihak ada nama-nama tempat yang masih gelap di mana keberadaannya. Nama tempat yang dapat ditelusuri berkaitan karena nama tempat tersebut masih ada atau masih dipakai sampai sekarang dalam bentuk nama sebuah desa/kelurahan, kampung/dusun, kota kecamatan atau nama lainnya yang terletak di wilayah Kabupaten Kuningan atau pun di luar Kab. Kuningan. Sedangkan yang belum diketahui keberadaannya tentunya menjadi perhatian kita semua, khususnya warga Kuningan, untuk mencari tahu (meneliti) di mana gerangan nama tempat tersebut berada. Untuk itu mari kita coba simak satu persatu tempat-tempat “tua” di Kuningan ini. Baca entri selengkapnya »





Pemerintahan Setelah Sang Adipati Kuningan

28 10 2009

Menurut sumber tradisi Kuningan bahwa setelah Sang Adipati Kuningan meninggal dunia, ia digantikan oleh salah seorang putranya yang dikenal dengan julukan Geusan Ulun. Sumber lain menyebutkan bahwa Geusan Ulun Kuningan tersebut sebenarnya bernama Kusumajaya. Nama Geusan Ulun pada kurun waktu yang sama (sekitar abad XVI-XVII) juga dikenal di daerah lain yaitu Geusan Ulun Sumedang, yang bernama Angkawijaya. Geusan Ulun pengganti Sang Adipati Kuningan ini diberitakan mempunyai banyak istri. Mungkin sekali perkawinan yang dilakukannya itu mempunyai arti politik. Wanita-wanita yang diperistrinya itu mungkin puteri-puteri dari tokoh-tokoh setempat yang mempunyai kedudukan penting atau berpengaruh di daerahnya. Diceriterakan bahwa Pangeran Geusan Ulun Kuningan mempunyai 40 putera-puteri, yang kebanyakan mendapat sebutan “Dalem”. Adapun nama ke-40 orang putera-puteri Geusan Ulun seperti dikenal dalam ceritera rakyat adalah sebagai berikut: Baca entri selengkapnya »





Wilayah Kekuasaan Kerajaan Saunggalah Kuningan

25 10 2009

Penetapan wilayah kekuasaan Kerajaan Saunggalah dapat diketahui berdasarkan naskah Carita Parahiyangan (CP). Naskah tersebut diantaranya menyebutkan sekitar 13 daerah yang langsung menjadi wilayah kekuasaan Sang Seuweukarma atau Resiguru Demunawan, yaitu: Layuwatang, Kajaron, Kalanggara, Pagerwesi, Rahasea, Kahuripan, Sumajajah, Pasugihan, Padurungan, Darongdong, Pagergunung, Muladarma, dan Batutihang (Atja, 1968: 48). Banyaknya daerah yang dibawahkan oleh Kerajaan Saunggalah tersebut tidak lepas dari bantuan Batara Dangiang Guru yang telah menggabungkan daerah Kerajaan Galunggung ke dalamnya, untuk menambah wibawa atau kebesaran Kerajaan Saunggalah agar dapat menandingi kebesaran Kerajaan Galuh. Baca entri selengkapnya »





Kuda Kuningan “Si Windu” atau “Winduhaji” ?

16 10 2009

Dalam kisah Sejarah Kuningan telah diberitakan bahwa tokoh Syekh Maulana Arifin, yaitu putra dari Syekh Maulana Akbar, pernah memelihara peternakan jenis kuda yang selanjutnya berkembang dan terkenal menjadi KUDA KUNINGAN sekarang ini. Konon jenis/varian kuda kuningan pada abad XV itu adalah hasil blasteran antara kuda-kuda pilihan saat itu yang diantaranya didatangkan dari daerah Bima (Sumbawa) sehingga diperoleh jenis kuda yang kuat, bertenaga besar, tangguh, dan juga lincah/gesit. Seimbang dengan kelincahan & kegesitannya itu makanya bentuk tubuh atau perawakan kuda itu memiliki bentuk fisiknya yang ideal yaitu bertubuh kecil, tetapi tidak terlalu kecil seperti kuda poni. Berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan induk semangnya dari Bima/Sumbawa yang “jangkung pangguh”. Pada waktu itu kuda-kuda dari Kuningan ini digunakan sebagai kuda tunggangan pemiliknya (semacam kendaraan pribadi), khususnya dimiliki oleh para pejabat kalangan istana/keraton, dan juga sebagai kuda tunggangan untuk berperang (kuda perang). Baca entri selengkapnya »





Sejarah Kuningan “Masih Banyak Yang Gelapnya”

26 08 2009

Menelusuri jejak sejarah Kuningan, yang sekarang menjadi Kabupaten Kuningan di Jawa Barat, ternyata masih menyisakan banyak “misteri” di dalamnya. Artinya masih ada sisi-sisi gelap dari ceritera sejarah Kuningan yang belum berhasil disibak, diungkapkan, dikemukakan kepada publik bagaimana sebenarnya Sejarah Kuningan yang kronologis dari A – Z secara paripurna, kumplit atau selengkapnya. Baik itu Sejarah Kuningan di zaman prasejarah, zaman kuna (Hindu-Budha), zaman madya (Islam), zaman baru/modern. Kecuali barangkali yang terakhir ini, pernah terbit buku “Perjuangan Revolusi Fisik Rakyat Kuningan” yang mengungkap sejarah zaman kolonial di Kuningan salah satu keberhasilan menguak salah satu tabir kegelapan sejarah Kuningan di era waktu yang lebih dekat ke arah kekinian.

Pemda Kab. Kuningan pernah menyimpan naskah hasil penelitian tentang Sejarah Kuningan yang disusun oleh team peneliti, Bpk Ahmad Dasuki dkk. Juga buku sejarah Kuningan yang pernah ditulis oleh Alm Bpk. Edi S. Ekadjati yang memberikan gambaran tentang Sejarah Kuningan dari hasil penelitian beliau berdasarkan sumber-sumber sejarah yang berhasil dikumpulkannya. Namun dari semuanya itu nampak & memang diakui bahwa masih ada (bahkan banyak) sisi-sisi gelap yang belum berhasil disibakkan / dikuakkan tentang bagaimana sejarah itu sebenarnya terjadi, terutama Kuningan zaman lampau (purba, kuna, madya). Seperti halnya ada kesimpangsiuran mengenai suatu nama tokoh (Arya Kamuning/Adipati Kuningan/Adipati Ewangga), tempat (Arile/Kajene/Kadjaron?), terputusnya mata rantai genealogi, hierarki birokrasi/para penguasa, masalah waktu yang terkadang meloncat-loncat (abad 8 tiba-tiba berikutnya muncul di abad 11), dsb. Ini tentu saja membutuhkan perhatian lanjutan dari para pemerhati Sejarah Kuningan.

Sebab utama dari masih ada sisi gelapnya Sejarah Kuningan yang belum terungkap itu adalah karena sumber sejarahnya yang masih minim. Belum banyak sumber sejarah yang berhasil digali  tentang eksistensi Kuningan di masa lampau tersebut. Apakah sumber benda, sumber tertulis, sumber lisan, atau sumber rekaman. Sumber dalam negeri atau sumber luar negeri. Bahkan sumber sejarah Kuningan yang ada bahkan lebih cenderung banyak diambil dari sumber tradisional (tradisi lisan) yang banyak mengandung unsur mitos, dan sumber sastra sejarah yang notabene perlu disiangi lagi di dalamnya untuk mencapai tingkat kevalidan yang obyektif. Sejarah memang diharapkan yang obyektif, tetapi sulit menghindari unsur subyektifitas. Pekerjaan besar bagi masyarakat Kuningan, bagaimana berupaya mengungkap Sejarah Kuningan yang sesungguhnya secara lengkap.





3 Pusat Pemerintahan (Ibukota) Kerajaan di Kuningan

17 03 2009

Menggali kembali eksistensi dari zaman pemerintahan kuna di Kuningan, setidaknya ada 3 tempat di Kuningan yang pernah dijadikan sebagai pusat pemerintahan (ibukota) kerajaan, baik kerajaan zaman Hindu/Budha maupun zaman Islam. Tiga daerah yang dimaksud adalah:

Baca entri selengkapnya »





Kerajaan Saunggalah sebagai “tandingan” Kerajaan Galuh

11 03 2009

Salah satu sumber yang memberikan informasi mengenai masa awal berdirinya Kerajaan Saunggalah, sekalipun tidak langsung, adalah naskah Carita Parahiyangan (CP). Naskah ini mengisahkan tokoh Sanjaya bahwa sebelum diakui sebagai Raja Galuh, ia harus berhadapan (mengalahkan/menundukan) tiga serangkai, yaitu Sang Wulan, Sang Tumanggal, dan Sang Pandawa. Mereka adalah tiga tokoh utama dari daerah yang disebut dengan nama KUNINGAN (Atja, 1968: 46).

Baca entri selengkapnya »





Bukti-bukti Eksistensi Kerajaan Saunggalah Kuningan (Abad ke-8 s.d 13 Masehi)

9 03 2009

Pada zaman kuna (Hindu-Budha) di Jawa Barat tumbuh pemerintahan Kerajaan Sunda yang pusat atau ibukota kerajaannya pernah berpindah-pindah. Paling tidak diketahui adanya empat buah ibukota atau pusat kerajaan selama masa Kerajaan Sunda. Keempat pusat kerajaan dimaksud adalah Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali, dan Pakwan Pajajaran (Kartodirdjo, dkk II, 1975: 209-226). Menurut Saleh Danasasmita (1975: 47), pusat Kerajaan Sunda yang berpindah-pindah itu pernah berlokasi secara kronologis sebagai berikut: Galuh, Pakuan, Saunggalah, Pakuan, Kawali, dan Pakuan. Jadi Kerajaan Sunda itu berakhir pada waktu pusat kerajaannya berkedudukan di Pakwan Pajajaran.

Tidak jarang bahwa nama kerajaan atau negara dikenal melalui nama ibukotanya (Ayatrohaedi, 1978: 51). Dalam hal ini maka istilah Kerajaan Pajajaran dengan demikian haruslah diartikan sebagai “kerajaan yang ibukotanya bernama Pajajaran”. Demikian pula mengenai Kerajaan Saunggalah di Kuningan.

Baca entri selengkapnya »





Hipotesa: Antara “PO Luragung Jaya” dengan Sejarah Kuningan

9 03 2009

Bila kita mencermati eksistensi dari Perusahaan Otobis (PO) atau Pengusaha Kendaraan Angkutan Umum jenis Bis yang ada di Kabupaten Kuningan, sejauh yang penulis ketahui misalnya pernah ada Bis “Kuningan Jaya, Buni Geulis, Mitra Sari, Setia Negara, Aman Sejahtera, Luragung Jaya dan Putra Luragung, atau mungkin ada lagi yang lainnya” sepertinya Perusahaan Bis Luragung Jaya merupakan salah satu perusahaan yang tetap menunjukkan eksistensinya yang bertahan lama terus beroperasi sampai sekarang ini.

Terlepas dari seluk beluk urusan internal PO tersebut masing-masing seperti masalah kapan awal waktu kelahirannya (mulai beroperasi), managerialnya, mengapa akhirnya pailit, dll. Yang ingin penulis soroti adalah penggunaan nama “Luragung” dan selanjutnya tambahan kata “Jaya” di suku kata kedua, serta juga “Putra Luragung” (perusahaan anak dari Luragung Jaya) yang sepertinya pemakaian nama “Luragung” ini membawa hoki bagi kelanggengan perusahaan bis ini di saat sekarang ini di Kabupaten Kuningan. Kejadian ini dulu juga pernah dialami oleh perusahaan bis “Kuningan Jaya” yang pernah beropersi cukup lama.

Apakah memang sudah jodohnya seperti itu bahwa Perusahaan Bis milik orang Kuningan yang menggunakan nama dari “Sejarah Kuningan” membawa kiat sukses? Seperti halnya dulu kejayaan yang pernah dialami di zaman Kerajaan Kuningan (seperti dikisahkan dalam Carita Parahiyangan) dan juga eksistensi dari “Ki Gedeng Luragung” (Jayaraksa) yang mempunyai anak Suranggajaya (selanjutnya menjadi Sang Adipati Kuningan). Dua nama tersebut (Kota Kuningan dan Luragung) yang sangat kental diketahui oleh orang Kuningan, dalam sejarah memang bisa dikatakan sebagai daerah-daerah paling tua, yang pertama sebagai cikal bakalnya Kabupaten Kuningan sekarang ini.

Di zaman dulu pernah berjaya Kerajaan Kuningan, dan di zaman kini wujud replikanya diterapkan dalam bentuk pernah berjayanya dari PO Kuningan Jaya (tahun 1970-1980-an). Begitupun nama harum pedukuhan Luragung yang dipimpin Ki Gedeng Luragung di zaman lampau, sekarang replikanya berwujud kepada keharuman PO Luragung Jaya yang sekarang terlihat tetap menunjukkan eksistensinya sebagai satu-satunya Perusahaan Bis yang besar di Kabupaten Kuningan. Believe or not ? Up to you … !!!





“Sang Adipati Kuningan” adalah “Putra” Luragung

27 10 2007

Menelusuri jejak sejarah Kabupaten Kuningan, terutama membedah tokoh “Sang Adipati Kuningan” yang pernah menjadi pemimpin pemerintahan di Kuningan pada masa penyebaran Islam di Cirebon (Jawa Barat) dan sekitarnya akhirnya dapatlah diungkapkan bahwa nama Sang Adipati Kuningan yang sebenarnya adalah SURANGGAJAYA. Ia adalah putra Ki Gedeng Luragung (seorang kepala daerah di Luragung) bernama JAYARAKSA. Jayaraksa juga punya saudara laki-laki yang memimpin daerah Winduherang bernama BRATAWIYANA atau BRATAWIJAYA (?) yang dijuluki juga Ki Gedeng Kamuning atau Arya Kamuning.

Ketika Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam, di antaranya sampai pula ke Luragung, beliau disusul kedatangannya ke Luragung oleh istrinya bernama putri Ong Tien (asal Campa) yang juga bernama Nyai Rara Sumanding. Ketika itu sang istri sedang mengandung tua, dan di Luragung pulalah akhirnya Nyai Rara Sumanding melahirkan anak. Namun sayang putra yang baru dilahirkannya itu meninggal dunia. Untuk mengobati hati beliau yang sedang berduka itu, kemudian Sunan Gunung Jati meminta kepada Ki Gedeng Luragung untuk memungut putranya yang kebetulan masih bayi untuk diangkat anak oleh Sunan Gunung Jati. Anak tersebut namanya Suranggajaya.

Baca entri selengkapnya »





SEJAK ZAMAN DULU KUNINGAN DAERAH AGAMIS

7 09 2007

Kalau kita cermati mengenai Sejarah Kuningan, bahwa sebenarnya Kuningan sejak dulu sepertinya sudah dikodratkan untuk mendapat predikat Daerah Agamis (berbasis agama). Hal ini kita lihat bahwa sejak munculnya nama “Kuningan” berdasarkan sumber sejarah “Carita Parahiyangan” – yang menceriterakan eksistensi Kuningan pertama kalinya, bahwa sebelumnya Sanjaya menguasai Kerajaan Galuh, dia harus mengalahkan dulu “Sang Wulan – Sang Tumanggal – dan Sang Pandawa” tiga tokoh penguasa di Kuningan (= Triumvirat), yaitu tiga tokoh pemegang kendali pemerintahan di Kuningan sebagaimana konsep “Tritangtu” dalam konsep pemerintahan tradisional suku Sunda Buhun. Sang Wulan, Tumanggal, dan Pandawa ini menjalankan pemerintahan menurut adat tradisi waktu itu, yang bertindak sebagai “sang rama”, “sang resi”, dan “sang ratu”. Sang Rama bertindak selaku pemegang (ketua) adat, Sang Resi selaku pemegang (ketua) kepercayaan/agama, dan Sang Ratu pemegang pemerintahan. Makanya Kerajaan Kuningan waktu dikendalikan tokoh “Triumvirat” ini berada dalam suasana yang gemah ripah lohjinawi, tata tentrem kerta raharja, karena masing-masing dijalankan oleh orang yang ahli di bidangnya. Tata aturan hukum/masalah adat selalu dijalankan adan ditaati, masalah kepercayaan / agama begitu juga pemerintahannya. Semuanya sejalan beriringan selangkah dan seirama.

Baca entri selengkapnya »





Masuknya Islam ke Kuningan

5 05 2007

Berdasarkan keterangan berbagai sumber sejarah (terutama sumber sejarah Cirebon) diketahui bahwa masuknya Islam ke Kuningan terjadi pada tahun 1450. Pembawa ajaran Islam itu disebarkan pertama kali oleh Syekh Bayanullah, atau lebih dikenal dengan sebutan Syekh Maulana Akbar, jadi waktunya sebelum kedatangan Sunan Gunung Jati ke Luragung (Buni Haji) dan Winduherang – Kuningan (1460).