Tahun 1819: Kuningan sebagai Kabupaten, Tahun 1498: Kuningan sebagai Ke-adipati-an (Kadipaten), Abad ke-8: Kuningan sebagai Kerajaan “Saunggalah”, Zaman Prasejarah: Kuningan sebagai Kelompok Suku

26 08 2013

Seperti yang sudah saya kupas dalam tulisan terdahulu, dan sekedar menggarisbawahi kembali apa yang sudah diuraikan itu bahwa pada intinya periode pemerintahan di Kuningan berlangsung dalam 4 katagori masa yang berurutan yaitu:
1. Masa pemerintahan Kelompok Suku (prasejarah)
2. Masa pemerintahan Kerajaan (Hindu)
3. Masa pemerintahan Keadipatian/Kadipaten (Islam)
4. Masa pemerintahan Kabupaten (Hindia Belanda)
Penjelasan dari periode masa pemerintahan itu adalah sebegai berikut:

Masa Pemerintahan Kelompok Suku
Sebelum ada kerajaan, masyarakat di Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan yang pemimpinnya disebut Kepala Suku yang memimpin suatu kelompok masyarakat tertentu. Kepala suku inilah akar dari konsep sistem pemerintahan berikutnya. Begitu pun yang terjadi di Kuningan, pernah berlangsung pemerintahan kelompok-kelompok suku di zaman prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya benda-benda prasejarah zaman megalitikum & neolitikum di seputar kaki Gunung Ciremai, diantaranya berada di Dusun Cipari Desa/Kec.Cigugur. Makanya diduga bahwa daerah Kuningan sebelah barat ini dianggap sebagai daerah pemukiman masyarakat tertua di Kuningan.
Dalam sistem pemerintahan tradisional tertua ini, kepala suku tidak bekerja sendirian. Dalam hal ini diantaranya bahwa kekuasaanya dibagi lagi ke dalam 3 bagian pemegang kekuasaan yang dikenal dengan konsep “Tritangtu” yaitu: Sang Rama, Sang Resi, dan Sang Ratu. Sang Rama dianggap sebagai ketua adat, Sang Resi dianggap sebagai orang yang ahli di bidang keagamaan, dan Sang Ratu dianggap sebagai orang yang ahli di bidang pemerintahan. Dalam naskah Carita Parahiyangan diantaranya disebutkan bahwa sebelum Sanjaya menyerang ke Galuh (raja Purbasora), disarankan dulu oleh kakeknya (Ranghyang Sempakwaja) agar Sanjaya mengalahkan dulu 3 tokoh dari Kuningan: Sang Pandawa, Sang Wulan, dan Sang Tumanggal.
Konsep tritangtu ini mengingatkan kita pada konsep pembagian kekuasaan zaman Kerajaan Yunani/Romawi yang mengenal istilah “Triumvirat” (Pompius, Crasus, Julius Caesar pada Triumvirat I atau Antonius, Lepidus, Oktavianus pada Triumvirat II). Bahkan dalam zaman berikutnya ada konsep Trias Politica, yakni pembagian kekuasaan pada 3 kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jadi sebenarnya terlihat kalau konsep pemerintahan yang demokratis ini sudah berlangsung di Kuningan sejak zaman dulu (prasejarah).

Masa Pemerintahan Kerajaan
Sistem pemerintahan kerajaan adalah sistem pemerintahan yang diperkenalkan oleh bangsa India ketika berlangsung hubungan perdagangan Indonesia-India pada permulaan abad pertama Masehi. Bersamaan dengan itu pula bangsa India memperkenalkan agama Hindu-Budha, tulisan Palawa (=menandakan awal sejarah bangsa Indonesia), bangunan candi, kesenian, kesusastraan (Ramayana, Mahabharata), dll.
Dalam sistem pemerintahan kerajaan pemimpinnya disebut dengan “Raja”. Dengan adanya kerajaan ini maka sebutan “Kepala Suku” yang pernah dikenal dalam tradisi pemerintahan sebelumnya, maka akhirnya berubah penyebutannya menjadi “Raja”.
Pada waktu itu di Kuningan tumbuh dan berkembang pemerintahan Kerajaan yang berbasis agama Hindu yaitu Kerajaan Saunggalah. Nama Saunggalah diambil dari nama istana/keratonnya yang disebut dengan Saunggalah (=rumah panjang). Kerajaan ini dibangun sekitar abad ke-7 M atau mungkin sebelumnya oleh Sang Wiragati (Prabu Wiragati) atau dijuluki pula Sang Pandawa. Mencapai zaman kebesarannya ketika diperintah oleh Sang Resi Demunawan atau Ranghyangtang Kuku atau Sang Kuku, atau Sang Seuweukarma (=ahli bidang hukum) sekitar abad ke-8 s.d ke-13 M. Namun akhirnya pudar setelah meninggalnya beliau karena 2 puteri beliau menikah dengan Sang Banga, dan Sang Manarah yang menjadi raja Galuh dan Pajajaran. Berikutnya Kerajaan Saunggalah akhirnya hanya merupakan daerah kecil yang mengelola masalah keagamaan (berbasis agama) atau seperti daerah mandala. Sebagian wilayahnya di Tasikmalaya (Galunggung) malah menjadi Saunggalah baru di belahan Jawa Barat bagian Selatan. Berita terakhir abad ke-13 bahwa pada masa pemerintahan Sang Lumahing Taman atau Prabu Ragasuci (raja Pajajaran) sebelum menempati istana di Pakuan pernah menempati dulu keraton di Saunggalah.

Masa Pemerintahan Ke-Adipati-an
Kuningan pada masa ini adalah masa pemerintahan yang dipimpin pertama oleh Sang Adipati Kuningan (Suranggajaya, putra Ki Gedeng Luragung yang diangkat anak oleh Sunan Gunung Jati). Adipati Kuningan diangkat sebagai pemimpin daerah Kuningan yang dilantik langsung oleh Sunan Gunung Jati pada tanggal 1 September 1498. Hari pelantikan ini diabadikan sebagai Hari Jadi Kuningan oleh Pemerintahan Daerah Kab. Kuningan.
Masa pemerintahan Sang Adipati Kuningan berarti masa pemerintahan ketika agama Islam sudah masuk dan tengah berkembang di Kuningan. Agama Islam masuk di Kuningan diperkirakan tahun 1450 atas perannya Syekh Bayanullah atau yang nanti dikenal dengan nama Syekh Maulana Akbar. Begitu juga peran Sunan Gunung Jati dalam proses Islamisasi di Luragung (Buni Haji) yang diikuti oleh istrinya yaitu putri Ong Tien atau Nyai Rara Sumanding yang sedang mengandung waktu itu.
Peralihan kekuasaan dari pemerintahan sebelumnya, yakni Ratu Selawati (Hindu) ke Adipati Kuningan (Islam) berlangsung damai, ditandai dengan pernikahan Ratu Selawati dengan Syekh Maulana Arifin (putra Syekh Maulana Akbar).
Sepeninggal Sang Adipati Kuningan berikutnya tampuk pemerintahan dilanjutkan oleh putra, cucu. cicitnya. Diantaranya Rd. Kusumajaya (Geusan Ulun Kuningan), dan Rd. Mangkubumi.

Kuningan Masa Kabupaten
Menurut pendapat Prof.Dr. H. Sobana Hardjasaputra (Guru Besar Sejarah UNPAD) penetapan Kuningan sebagai Kabupaten mengacu pada Peraturan No 23 th 1819 (staatsblad Hindia Belanda) yang menetapkan nama Kuningan sebagai nama satu dari lima Kabupaten di bawah naungan Keresiden Cirebon, yaitu: Cirebon, Maja, Bengawan Wetan, Kuningan, dan Galuh. Berarti berdasarkan staatblad bahwa th 1819 itulah sebagai awal berdirinya Kuningan sebagai nama Kabupaten (= pemerintahan daerah Tk II).


Aksi

Information

6 responses

31 08 2013
HUT Kuningan ke-515: 8 Kab/Kota Pebatasan Jabar-Jateng Ikut Andil dalam Peserta Kuningan Etnik, Termasuk Nining Meida dan Asep Sundandar Sunarya Ikut Memeriahkan | Awan Sundiawan

[…] pada tanggal 1 September berdasarkan sejarah Kuningan, hal terserbut tidak terlepas dari perannya Sunan Gunung Jati yaitu dengan Adipati Kuningan diangkat sebagai pemimpin daerah Kuningan yang dilantik langsung oleh […]

2 11 2013
arif

siip…

17 12 2013
yunus

ken www ek timana ek kumaha asalna kota kuningan nu penting kuningan jaya…

22 12 2014
esa

ada naskah2 braksara kuno mngnai sjarah ‘saunggalah’?. Pnjajah sangat banyak mngganti nama2 asli wilayah di nusantara dgn nama belanda dan nama pribumi utk mngkaburkn sejarah bangsa. N para ahli atau pjabat msh sj mmakai sumbr rujukn praturan pmbagian wilayah yg dibuat pnjajah. Mmalukn msh brmntal ‘budak pnjajah’. Hrusny mandiri dlm pmbagian wilayah brdasarkn sumbr sjarah sblum pnjajah datang.

22 12 2014
esa

‘pamali’ jgn ‘mnyamakan’ ‘mnco2kkn’ ‘pakem’ tritangtu dgn trias politica pnjajah yg mngangkat,dsb pmimpin2 brdasarkn smata2 pd kkuatan ‘bedegong’ dominasi ‘teureuh/trah’ kbangsawanan,harta,suara,gelar pndi2kn tinggi,massa,golongan,ksukuan yg smua tu trbukti puluhan tahun lbh mlukai mnyayat rasa keadilan kmanusiaan dampakny pmbangunan gk mrata,krusuhan,dsb bnyk. Beda dgn pakem tritangtu dgn kemandalaanya. Coba plajari,dsb dgn tliti,beda banget. Bukan krn sama ‘tri’ nya lantas dico2kkan. Teu kitu atuh.

22 12 2014
esa

sjarah pmbagian wilayah brdasarkn naskah2 braksara sunda kuno,tdk brdasarkn praturan sumbr rujukn pnja2h. Pnulis mmakai naskah kuno carita parahyangan trtera nama ‘kuningan’dlm kata aksara sunda buhun. naskah tu ditulis sblum tahun abad kdatangan pnjajah2 ya? brarti kuningan ada pd abad 15.

Tinggalkan komentar